Enam pria berkumpul membentuk satu lingkaran. Orang-orang sekitar mungkin akan menduga mereka sedang berdiskusi mengenai hal-hal serius seperti maraknya kasus korupsi; isu Global Warming; peperangan Israel-Palestina; meningkatnya populasi manusia spesialis cari-muka; menjamurnya penulis blog yang bertingkah bak selebriti Hollywood; atau kemiskinan yang melanda kaum proletar.
Bukan.
"Oke, oke. Sekarang si Asep." pungkas Ahmad, "Kalau diibaratkan mata pelajaran SMA, si Asep mata pelajaran apa?"
"Biologi, karena gak penting." jawab Andri.
"Akuntansi, soalnya najis." sambut Opik.
"Bahasa Sunda, sama-sama hampir punah." celetuk Ade.
"Bidik Misi, karena sulit dimengerti." seru Afandi.
Sunyi beberapa saat. Semua wajah tertuju pada Afandi.
"Tai!" teriak mereka, hampir bersamaan.
Asep, tidak terima karena telah dianiaya oleh sahabat-sahabatnya, melakukan aksi pemberontakan. "Ayolah cees, gini-gini juga aing teh Penjaskes euy! Atletis, penuh gairah, sehat, dinanti-nanti."
Keluhan Asep tidak digubris. Kelima temannya hanya membalas dengan kepulan asap rokok yang dikeluarkan dari mulut secara membabi buta. Ahmad, satu-satunya orang yang belum sempat 'patungan' menzalimi Asep, akhirnya melancarkan jurus pamungkas.
"Sep, kamu mah pelajaran TIK. Tahu gak kenapa?" tanya Ahmad, sambil melirik teman-temannya yang lain.
Tidak ada reaksi selain dari ekspresi wajah-wajah yang sedang menahan tawa dan bersiap menyambut kesenangan yang akan segera mereka dapat. Ahmad mengisap rokoknya dalam-dalam. "Itu. Karena. Wajahmu. Mirip. Dengan. KURSOR WINDOWS XP."
Kegaduhan tidak terelakkan. Jiwa-jiwa di sekeliling yang tadinya mengira mereka sedang berdiskusi mengenai isu seputar HAM, sontak menatap keenam pemuda itu dengan sinis.
"Tahan dulu, tahan." Asep belum menyerah. "Oke, saya terima diledek kayak gitu. Tapi maaf cees, setidaknya saya cuma layak dihina secara fisik."
"Sip." jawab Andri, Opik, Ade, Ahmad dan Afandi secara serempak. Asep masih tetap berjuang meraih kemerdekaan. Kali ini kekesalannya sudah di ambang batas.
"Aing mah rela dihina kalian dari segi fisik. Tapi sorry, seorang Asep tidak pernah mengalami krisis moral." Seketika itu juga, perkataannya ini berhasil menarik perhatian teman-temannya.
"Kalian semua hipokrit, cees." lanjut Asep. "Pertama, Andri. Kamu ibarat Matematika. Kamu terlalu memperhitungkan segala sesuatu. Kamu selalu beranggapan bahwa hasil yang diperoleh itu haruslah pasti dan akurat, sesuai rencana. Itu tolol, Andri. Mau info gratis? Oke: Kehidupan. Itu. Labil. Kamu harus menerima fakta bahwa kehidupan mempunyai berbagai macam emosi, kawan. Bukan hanya senang, sedih pun ada. Bukan hanya sukses, gagal pun ada."
Andri menahan napas, saking tidak percaya.
"Nomor dua, Ade. Wahai ceesku Ade, kamu itu ibarat pelajaran Sejarah. Ketika para siswa diajak bernostalgia ke masa-masa lampau, mereka akan dicekoki dengan cerita perjuangan para pahlawan yang mengorbankan nyawa hanya demi kemerdekaan negara. Tapi ironisnya, mereka tidak pernah diberi tahu bahwa sampai sekarang pun, negara masih terinjak-injak. Ade, tolong jawab pertanyaan saya. Kenapa. Kamu. Masih. Suka. Mengintip. Foto-foto. Mantan. Pacarmu. Astri. Lewat. Situs. Facebook? Rupanya kau lupa kalau sekarang ini pun kau masih dijajah, hah? Ade, plis. Urus masa sekarang, bunuh masa lalu."
Mendengar deklarasi Asep tersebut, Ade tersenyum kecut. Sangat sulit menentukan apakah itu senyuman seorang teman ataukah psikopat didikan Hannibal Lecter.
"Peserta berikutnya, Opik Markopik. Gampang ketebak kamu mah, ceesku. Kamu ibarat pelajaran Bahasa Indonesia. Hampir semua pelajar yang ada di negara kita cenderung meremahkan pelajaran satu ini. Kira-kira kamu tahu gak alasannya? Betul. Kewarganegaraan, Yang Mulia Opik, kewarganegaraan. Dikarenakan sejatinya mereka berdarah Indonesia, mereka selalu berasumsi bahwa Bahasa Indonesia itu tidak harus dipelajari dan dilestarikan secara mendalam. Ya Allah, padahal mah penting pisan, Pik! Lihat nanti. Mereka akan menyesali ini nanti, saat sudah memiliki tiga orang anak yang bertanya: "Papah Sayang, makna dari 'ejawantah' itu apa?".
Situasi berbalik. Sekarang mereka tersadar bahwa Asep sedang produktif. Dia tidak lagi berbicara omong kosong seperti yang rutin dilakukannya.
"Yang Mulia Opik, hamba mau nanya dong. Kita semua di sini tahu, kamu itu satu-satunya orang yang punya pacar, sudah tiga tahun pula. Tapi kenapa ya, kamu malah jahat ke si Ceuceu? Kamu sering ngebentak dia di depan kami, sering nyuekin dia setiap kali kita kumpul, jarang ngangkat telepon, jarang ngebales SMS...."
"Ah kata siapa, Sep? Ngangkat telepon sama bales SMS mah suka atuh." Protes Opik, satu-satunya orang yang berani menyela kultum Asep.
"Heh Siluman Kupat Tahu, si Ceuceu teh sering nelepon saya. Sering curhat ke kami, tanpa sepengetahuan kamu. Jadi sekarang mah kamu diem weh. Jangan banyak ngomong, Onta!"
Opik terlihat menyesal karena telah memotong pidato Asep.
"Sekarang mah gini. Saya ngerti, hubungan kamu sama si Ceuceu teh sudah solid, kuat, soalnya kalian sudah lama pacaran. Saya yakin kamu bukan bosan, saya juga yakin kamu cinta mati ke si Ceuceu. Tapi ingat, jangan sampai kepemilikan jangka panjang yang kamu punya itu membuat kamu lalai, Opik Markopik. Jangan meniru anak SMA yang tidak mau melestarikan Bahasa Indonesia. Kehilangan hanya akan terasa saat kau mengalaminya, cees. Beruntung kamu punya Ceuceu. Dia tipikal cewek setia. Hampir mustahil nemu spesies semacam itu. Pik, dia itu mahal, tapi kenapa kamu malah membuatnya kelihatan murah?"
Merasa haus, Asep berhenti sejenak untuk menyeruput kopi sebelum melanjutkan 'konser tunggalnya'.
"Oke. Tersangka selanjutnya, Ahmad. Sebelumnya maaf nih Mad, saya mau bicara blak-blakan tentang kamu. Jika diibaratkan, kamu itu seperti pelajaran Seni Rupa. Ketika seorang siswa sedang menggambar atau melukis di kelas, entah hatinya sedang berbahagia maupun bersedih, dia selalu diam tanpa suara, dia terfokus pada apa yang sedang dilukisnya. Dia memilih diam, mungkin karena itu akan membuat karyanya lebih bagus. Entahlah, saya kurang tahu. Tapi satu hal yang perlu kamu ketahui, caranya itu akan membuat dia melupakan orang-orang sekitar, termasuk teman sebangkunya. Tanpa komunikasi, tanpa interaksi."
"Mad, di sini saya mewakili suara teman-teman lainnya. Entah kenapa, kadang kami bingung menganalisis pola pikirmu. Jika menyangkut perihal solidaritas dan jiwa sosial, kamu adalah yang terbaik di antara kita. Ketika salah satu dari kami butuh bantuan, kamu seringkali jadi yang terdepan. Ketika kami memerlukan teman untuk bercerita, kamu selalu memposisikan diri sebagai cermin, refleksi diri kami. Setiap kali kita mempertanyakan intensitas pertemuan dan komunikasi yang semakin berkurang, kamu akan langsung mengirimkan foto masa-masa kuliah melalui surel, dan menyuruh kami semua untuk mengomentari foto itu secara berjamaah. Bahkan ketika kita belum lulus kuliah pun, kamu sudah mewanti-wanti semua orang yang ada di kelas untuk tidak pernah putus silaturahmi, mau sejauh apa pun jarak tempat tinggal kita.
"Jujur, kami sangat menghargai itu semua, Mad. Penghormatan kami padamu tidak akan pernah lenyap sedikit pun. Kami sudah terlalu sering meminta bantuanmu selama ini. Tapi kami mohon satu hal. Tolong, cobalah lebih terbuka. Sejak dulu kamu tidak pernah berbagi emosi yang sedang kamu rasakan. Sekali-kali berilah kami kesempatan bagaimana rasanya ada di posisimu. Kami tidak peduli jika itu emosi bahagia maupun sedih. Kami hanya ingin merasa berguna, itu saja. Kami tidak pernah lupa jargon yang kamu ciptakan saat kita sedang duduk di kelas, menunggu kedatangan dosen. "Kunci pertemanan itu ada dua: Ikhlas dan passing."
"Tai!" teriak mereka, hampir bersamaan.
Asep, tidak terima karena telah dianiaya oleh sahabat-sahabatnya, melakukan aksi pemberontakan. "Ayolah cees, gini-gini juga aing teh Penjaskes euy! Atletis, penuh gairah, sehat, dinanti-nanti."
Keluhan Asep tidak digubris. Kelima temannya hanya membalas dengan kepulan asap rokok yang dikeluarkan dari mulut secara membabi buta. Ahmad, satu-satunya orang yang belum sempat 'patungan' menzalimi Asep, akhirnya melancarkan jurus pamungkas.
"Sep, kamu mah pelajaran TIK. Tahu gak kenapa?" tanya Ahmad, sambil melirik teman-temannya yang lain.
Tidak ada reaksi selain dari ekspresi wajah-wajah yang sedang menahan tawa dan bersiap menyambut kesenangan yang akan segera mereka dapat. Ahmad mengisap rokoknya dalam-dalam. "Itu. Karena. Wajahmu. Mirip. Dengan. KURSOR WINDOWS XP."
Kegaduhan tidak terelakkan. Jiwa-jiwa di sekeliling yang tadinya mengira mereka sedang berdiskusi mengenai isu seputar HAM, sontak menatap keenam pemuda itu dengan sinis.
"Tahan dulu, tahan." Asep belum menyerah. "Oke, saya terima diledek kayak gitu. Tapi maaf cees, setidaknya saya cuma layak dihina secara fisik."
"Sip." jawab Andri, Opik, Ade, Ahmad dan Afandi secara serempak. Asep masih tetap berjuang meraih kemerdekaan. Kali ini kekesalannya sudah di ambang batas.
"Aing mah rela dihina kalian dari segi fisik. Tapi sorry, seorang Asep tidak pernah mengalami krisis moral." Seketika itu juga, perkataannya ini berhasil menarik perhatian teman-temannya.
"Kalian semua hipokrit, cees." lanjut Asep. "Pertama, Andri. Kamu ibarat Matematika. Kamu terlalu memperhitungkan segala sesuatu. Kamu selalu beranggapan bahwa hasil yang diperoleh itu haruslah pasti dan akurat, sesuai rencana. Itu tolol, Andri. Mau info gratis? Oke: Kehidupan. Itu. Labil. Kamu harus menerima fakta bahwa kehidupan mempunyai berbagai macam emosi, kawan. Bukan hanya senang, sedih pun ada. Bukan hanya sukses, gagal pun ada."
Andri menahan napas, saking tidak percaya.
"Nomor dua, Ade. Wahai ceesku Ade, kamu itu ibarat pelajaran Sejarah. Ketika para siswa diajak bernostalgia ke masa-masa lampau, mereka akan dicekoki dengan cerita perjuangan para pahlawan yang mengorbankan nyawa hanya demi kemerdekaan negara. Tapi ironisnya, mereka tidak pernah diberi tahu bahwa sampai sekarang pun, negara masih terinjak-injak. Ade, tolong jawab pertanyaan saya. Kenapa. Kamu. Masih. Suka. Mengintip. Foto-foto. Mantan. Pacarmu. Astri. Lewat. Situs. Facebook? Rupanya kau lupa kalau sekarang ini pun kau masih dijajah, hah? Ade, plis. Urus masa sekarang, bunuh masa lalu."
Mendengar deklarasi Asep tersebut, Ade tersenyum kecut. Sangat sulit menentukan apakah itu senyuman seorang teman ataukah psikopat didikan Hannibal Lecter.
"Peserta berikutnya, Opik Markopik. Gampang ketebak kamu mah, ceesku. Kamu ibarat pelajaran Bahasa Indonesia. Hampir semua pelajar yang ada di negara kita cenderung meremahkan pelajaran satu ini. Kira-kira kamu tahu gak alasannya? Betul. Kewarganegaraan, Yang Mulia Opik, kewarganegaraan. Dikarenakan sejatinya mereka berdarah Indonesia, mereka selalu berasumsi bahwa Bahasa Indonesia itu tidak harus dipelajari dan dilestarikan secara mendalam. Ya Allah, padahal mah penting pisan, Pik! Lihat nanti. Mereka akan menyesali ini nanti, saat sudah memiliki tiga orang anak yang bertanya: "Papah Sayang, makna dari 'ejawantah' itu apa?".
Situasi berbalik. Sekarang mereka tersadar bahwa Asep sedang produktif. Dia tidak lagi berbicara omong kosong seperti yang rutin dilakukannya.
"Yang Mulia Opik, hamba mau nanya dong. Kita semua di sini tahu, kamu itu satu-satunya orang yang punya pacar, sudah tiga tahun pula. Tapi kenapa ya, kamu malah jahat ke si Ceuceu? Kamu sering ngebentak dia di depan kami, sering nyuekin dia setiap kali kita kumpul, jarang ngangkat telepon, jarang ngebales SMS...."
"Ah kata siapa, Sep? Ngangkat telepon sama bales SMS mah suka atuh." Protes Opik, satu-satunya orang yang berani menyela kultum Asep.
"Heh Siluman Kupat Tahu, si Ceuceu teh sering nelepon saya. Sering curhat ke kami, tanpa sepengetahuan kamu. Jadi sekarang mah kamu diem weh. Jangan banyak ngomong, Onta!"
Opik terlihat menyesal karena telah memotong pidato Asep.
"Sekarang mah gini. Saya ngerti, hubungan kamu sama si Ceuceu teh sudah solid, kuat, soalnya kalian sudah lama pacaran. Saya yakin kamu bukan bosan, saya juga yakin kamu cinta mati ke si Ceuceu. Tapi ingat, jangan sampai kepemilikan jangka panjang yang kamu punya itu membuat kamu lalai, Opik Markopik. Jangan meniru anak SMA yang tidak mau melestarikan Bahasa Indonesia. Kehilangan hanya akan terasa saat kau mengalaminya, cees. Beruntung kamu punya Ceuceu. Dia tipikal cewek setia. Hampir mustahil nemu spesies semacam itu. Pik, dia itu mahal, tapi kenapa kamu malah membuatnya kelihatan murah?"
Merasa haus, Asep berhenti sejenak untuk menyeruput kopi sebelum melanjutkan 'konser tunggalnya'.
"Oke. Tersangka selanjutnya, Ahmad. Sebelumnya maaf nih Mad, saya mau bicara blak-blakan tentang kamu. Jika diibaratkan, kamu itu seperti pelajaran Seni Rupa. Ketika seorang siswa sedang menggambar atau melukis di kelas, entah hatinya sedang berbahagia maupun bersedih, dia selalu diam tanpa suara, dia terfokus pada apa yang sedang dilukisnya. Dia memilih diam, mungkin karena itu akan membuat karyanya lebih bagus. Entahlah, saya kurang tahu. Tapi satu hal yang perlu kamu ketahui, caranya itu akan membuat dia melupakan orang-orang sekitar, termasuk teman sebangkunya. Tanpa komunikasi, tanpa interaksi."
"Mad, di sini saya mewakili suara teman-teman lainnya. Entah kenapa, kadang kami bingung menganalisis pola pikirmu. Jika menyangkut perihal solidaritas dan jiwa sosial, kamu adalah yang terbaik di antara kita. Ketika salah satu dari kami butuh bantuan, kamu seringkali jadi yang terdepan. Ketika kami memerlukan teman untuk bercerita, kamu selalu memposisikan diri sebagai cermin, refleksi diri kami. Setiap kali kita mempertanyakan intensitas pertemuan dan komunikasi yang semakin berkurang, kamu akan langsung mengirimkan foto masa-masa kuliah melalui surel, dan menyuruh kami semua untuk mengomentari foto itu secara berjamaah. Bahkan ketika kita belum lulus kuliah pun, kamu sudah mewanti-wanti semua orang yang ada di kelas untuk tidak pernah putus silaturahmi, mau sejauh apa pun jarak tempat tinggal kita.
"Jujur, kami sangat menghargai itu semua, Mad. Penghormatan kami padamu tidak akan pernah lenyap sedikit pun. Kami sudah terlalu sering meminta bantuanmu selama ini. Tapi kami mohon satu hal. Tolong, cobalah lebih terbuka. Sejak dulu kamu tidak pernah berbagi emosi yang sedang kamu rasakan. Sekali-kali berilah kami kesempatan bagaimana rasanya ada di posisimu. Kami tidak peduli jika itu emosi bahagia maupun sedih. Kami hanya ingin merasa berguna, itu saja. Kami tidak pernah lupa jargon yang kamu ciptakan saat kita sedang duduk di kelas, menunggu kedatangan dosen. "Kunci pertemanan itu ada dua: Ikhlas dan passing."
* * *
"Lah, ngomong-ngomong, gue belum woy! Tai amat ini orang. Gue mata pelajaran apa, Sep?" Afandi, seorang pria asal Bekasi, menanyakan pertanyaan tolol untuk kesekian kalinya.
Asep berpikir sejenak. "Andi, kamu itu ibarat Ujian Nasional."
"Eeeeett dah, apa bae lu mah anjing."
Jadi di sambung-sambungi ke mata pelajaran gini kaya temen gue tuh kaya pelajaran matematika, Bikin ribet mulu dengan perkataan nya yang bagai rumus son :D
ReplyDeleteTeman saya malah kayak mata kuliah PHP kang. Diajak ngobrol error mulu :D
DeleteAda gitu kang mata kuliah PHP :D saya kurang tahu kang saya gak kuliah
DeleteEffendi: Haha jadi setiap dia ngomong, pake angka-angka gitu ya?
DeleteImron: Baru denger deh mata kuliah PHP. Kasih tau kami dong. Hahai.
Sekarang udah rubah dia sob jadi kalau ngomong suka pake pantun :D gini nih contohnya..
DeleteAngin bukan sembarang angin..
Angin menghembus rumah si anggi..
selamat pagi mang admin..
Kenapa blm posting lagi..
Hhaaa..
Saya mau ah jadi si opik. Punya pacar 3 tahun itu kayak apa hihihi tapi ngk mau dengar kritik jahatnya si asep :D
ReplyDeleteEmang punya pacar paling lama berapa hari kang....
Deletejgn 3 tahun klo akhirnya digantung..
Deletepasang aja iklannya, ntr aku klik son :D
ReplyDeletehaha
selamatt admin :)
Sebenernya bukan enggak mau, Yu, tapi gak bisa cara pasangnya. Haha. Gimana sih ini hehe @-)
Deletejual aja akunnya. lakuu pasti dipasarin :D
Deletesini aku distributornya..haha :D
ahaayy. aku baru sadar masuk dalam kategori cees keren :D ahaha
Deleteaku ramah dan meriah. ettdaaahh sonnnn... :D haddohh
Iya dong pasti. Itulah keunggulan Rahayu Wiandra. Selalu rendah hati dan ramah. Hehe.
Deletewkwkwk, story yang mayan ngakak haha. Ada lanjutannya lagi gak si :D
ReplyDeletepasang son iklannya, lumayan buat jajan momogi :D
Cerpen ini mah, Lam. Kagak disambung-sambung kayak jalinan kasih asmara antara kau dan aku...
DeleteYayaya, boleh juga perumpamaan mata pelajarannya.
ReplyDeleteItu Ujian Nasional berarti penutup yak?
Iya, Teh. Mungkin maksudnya penutup hehe.
DeleteHahaaa, mas kok yang penjaskes penjabarannya gitu amat yak wakkaakk
ReplyDeleteKlo ujian nasional filosofinya apa tuh?
Mungkin gini, siap sedia menerapkan sistim sks, sistim kebut semalam klo dah ndekatin un baru bljar..klo dah mengejar mimpi ato tujuan biasanya mnuju dedlen baru nemu formulanya #duh ngomongin apa aku hihi
Haha iya Penjaskes mah emang gitu, Teh Nita hehe.
DeleteHaha hipotesis yang sangat menarik itu hihi
Sep
ReplyDeleteKalo saya itu ibarat pelajaran apa sep?
Tolong sep jawap
Kamu itu ibarat pelajarannya guru BP, wahai anak muda.
Deletecerdas betul cara menghinanya. Analoginya cakep juga, si Asep mah gak kayak di eftipi. Btw, boleh nanya gak Sep kalau menjamurnya penulis blog yang bertingkah bak selebriti Hollywood, masuk pelajaran apa Sep?
ReplyDeleteHehe kayaknya itu cuma Asep yang tahu, mbak Lidha.
Deleteeh Son, 'ejawantah' emang apaan??
ReplyDeletekampret juga yang bahasa indonesia ini bacanya jadi gimana gitu, tersentuh aku.
keren juga bahasanya pake mata pelajaran.
yang ujian nasional itu kenapa gak ada lanjutanya, Son?
ceramahnya si asep keren, aih tapi keren kau lah Son, kau yang nulis. hahaay
Lah, saya juga gak tau, Di.
DeleteHaha lebih keren kamu dong, cees.
Sepertinya kalau saya agama deh kang, gk gk gk. Tapi keren juga tuh si asep bisa membuat kultum yang suangattt luar biasa deh ah ah ah.
ReplyDeleteAgama? Waduh apa lagi tuh, kang...
DeleteBisa kang di jelaskan ka saya apa artinya ?
DeleteJudulnya Omong kosong, isinya itu lho... BERISI KOSONG. hahahah
ReplyDeleteTapi keren, sih son. Si Asep bisa punya fislosofi yang banyak gitu. Keren aja, kalo bisa gitu.
Terus, yang keterima GA gimana? Elu apakah gi? Udah keterima GA belom?
Btw, sorry baru sempet mampir. :D
Haha iya sih, bener juga.
DeleteOke santai, cees :)
Biasanya perumpamaannya yg lain, lahh ini malah soal pelajaran. Terpelajar sekali ahh hahaah.
ReplyDeleteBtw gue nggak nemu patahan yg terakhir kalo si siapa itu kebagian ujian nasional. Berasa diganungin ini mah.
Ohh iya salam kenal yakk, baru pertama mampir kesini udah asik aja keknya.
Hehe thanks ceesku, sudah berkunjung.
DeleteOke, salam kenal juga :)
Kira kira gw pelajaran apa?
ReplyDeletePelajaran kosong.
DeletePelajaran kosong.
DeleteBidik Misi,
ReplyDeleteSekarang mata pelajaran aneh dan unik didengar.
Sejarah, aku masih tertindas oleh sang mantan. Belum merdeka selama aku belum mendapatkannya. Biarkan janda, aku terima.
Hehe bukan nama pelajaran itu mah, bang.
DeleteCiee bang Djangkaru curhat. Jangan menyerah, teruslah kejar cintamu!
Kalo ada cewek, analoginya: Kamu ibarat FK (Fakultas Kedokteran). Primadona anak IPA... tapi mahal dan susah dapetinnya. :))
ReplyDeleteEh, iya, cees. Agak prihatin sih, temen-temen gue juga anggap bahasa Indonesia cuma sekadar bahasa pergaulan aja. Nggak pernah ada rasa antusiasnya. Pas giliran ditanya preposisi, nggak ngerti apa-apa. Miris ya.
Weeeis keren amat gombalanmu, wahai anak muda :-d
DeleteHehe kalo gitu, ajarin mereka dong cees
Itu yang anak Bekasi mirip Ujian Nasional apa mirip kurikulum pendidikan sep?
ReplyDeleteGkgkgkgk....
Nice story ce es ku...
ada pesan moral dan pesanan GA juga yah?
hahahhaa...
Haha. Thanks sudah bela-belain baca, ceesku.
DeleteBagus bangeeetttt. Nget. Nget. Nget. :))
ReplyDeleteEmang, sih, kekurangannya ini dialog semua. Ehehe. Tapi tetep keceh. :D
Apa yang lu ungkapkan dalam cerita sesuai kenyataan ya. Soal orang yang nganggep bahasanya sendiri. Tapi belagu bisa bahasa asing. Its fucking pathetic! :(
Hmm iklan kadang emang ganggu sih. Haha. Gue udah 3x diblokir GA. :')
Males ngurusnya lagi
Hehe iya nih, soalnya pengen nyoba yang banyak dialog. Biasanya sih kebanyakan narasi. Makasih ya, Yoga.
DeleteYes that's true. Pathetic as hell!
Susah buat ngepasin porsi dialog dan narasi. Ehehe. Butuh banyak latihan nulis.
Deletesilahturahmi memang harus selalu dijaga. Punya banyak PR mmperbaiki tali2 persahabatan yang dibiarkan begitu saja.
ReplyDeleteSemoga komentar ini nyambung :D
Betul itu.
DeleteNyambung kok hehe. Thanks.
Anjayy, niat banget bikin cerita kaya gini.
ReplyDeleteTapi bagus sih, imajinasimu tinggi nak.
Hehe niat bang, lumayan lah ngisi waktu begadang.
DeleteJail abis pake analogi mata pelajaran haha.
ReplyDeleteKok gue bayanginnya orang2 ini sekumpulan temen segeng SMA yg reunian, dan yang biasanya dibully malah berubah banyak sejak kuliah dan akhirnya dia berani counter. Haha.
KURSOR WINDOWS XP. TAEEEEE... :)))
Hahaha hipotesis yang sangat akurat, wahai Joga ceesku :)
DeleteTAEEEE hihi
Urang ge boga babaturan asep euy,, tapi mirip jeung asep eta
ReplyDeleteAnjrit, asa kenal da ieu saha...
DeleteWedeh, Asep sekalinya bicara, panjang lebar berbobot pula yak.
ReplyDeleteButuh penerjemah nih -_- Subtitle mana subtitle :v
Saya siap kok jadi penerjemah(hati)mu.
DeleteAaaaaaaaak Agi! Aku fans kamu! Suka sama cerpen-cerpen kamu yang cerdas dan smooth enak dibaca kayak gini! Kamu nggak main kasar! Aaaaaaak!
ReplyDeletePerumpaan buat Ahmad itu makjleb sih menurutku. Dan aku ngerasa temenku ada yang kayak gitu. Persis banget. Huhuhu. Sebagai teman kan aku jadi ngerasa berguna. Jadi kangen dia kan :((
KURSOR WINDOWS XP FAAAAAK. Bahahahaha. Btw, Gi, aku kayak pelajaran apa nih? :'D
Aaaaaaaaak Icha! Aku juga suka kamu! Aaaaaaak! (Entah apa definisi 'Aaaaaaak' ini)
DeleteOya? Emang sekarang kamu udah jarang ketemu dia yah?
Kamu mah pelajaran Kriminologi Cha. Huaahahaha.
aaaaaaakkk..
Deletekalian berdua cucooook. :D hahaha
Aaaaaaaaak. Baiklah kalau begitu.
DeleteWahaahhahaa... ngakak puas baca ini :D
ReplyDeleteWiiih ada Teh Amanda.
DeleteSilakan duduk, mau makan apa nih? =D
Si Asep pinter juga yak ternyata. Cuma ngegantung akhirnya. Lah, ujian nasional artinya apa yak?
ReplyDeleteHehe kurang tahu, Teh. Si Asep mah emang gitu orangnya. Gak jelas.
DeleteAhahahhahahaha
ReplyDeleteSamber samberan deh itu
Iya nih, Ul 8-)
DeletePengen deh jadi kayak asep.
DeleteAwalnya diem aja dikeroyok.
Lalu bisa balik nonjok-nonjok
Sampe yang lain keok
wkwkwk
wakakakaja Php
ReplyDeleteLumayan lah.
DeleteAs always, Tulisannya Sona selalu agak berat dan cerdas. Gih bikin novel giiihhhhhh
ReplyDeleteHehe makasih udah baca, Teh Dian.
DeleteWaduh gak bisa saya Teh, bikin novel ribet deh kayaknya :)
njir GOKIL
ReplyDeletepeace out
njir GOMBAL
Deletepeace out
Sumpah ini cerpennya gokil abis ahahaha. Cerdas juga kelakarnya aku suka banget Agia. Mak jleb dah dan bsa jadi renungan juga
ReplyDeleteKlo aku sangat aware pada cerpen bagus yg dipublikasikan di blog. Soalnya bsa rentan dibajak, diplagiat tapi diganti judulnya...kayak kasusnya mahasiswi sastra yg baru2 ini ramai dibicarakan. Publikasi di media bnayak, sertifikat kejuaran menulis juga banyak, tapi banyak juga yg plagiasi. Dibajak. Terus diganti judul. Apa kamu gak takut kalau ide2mu yg bertebaran ini dibajak? Makanya di blog aku gak mau bikin cerita pendek kecuali buat lomba (belum pernah sih sebenernya). Takut kalau2 ada yg bajak hiks hiks sakit tauk.
Makasih udah ngebela-belain baca yah, Arinta :)
DeleteWaw beneran banyak kasus kayak gitu? Serem juga yah. Tapi kalo saya sih, nulis cerita cuman iseng doang, jadi gak terlalu mempersoalkan itu. Hehehe. Lagian gak mungkin juga sih ada yang mau ngejiplak cerita kayak gini =D
dan kamu adalah guru sejarah yang selalu bercerita tentang sakitnya masa"penjajahan" dan bahagianya setelah "kemerdeaan" haha
ReplyDeleteIh ada penjual kepercayaan teman. Pulang kau sana, pulang!
DeleteBidik Misi maksudnya pelajaran apa tuh Agia?... Hehehehe... :D
ReplyDeleteEmang di atas betulan Omong Kosong Telah Bergema... wkwkwkwkwkwkw hehehehehehe :D
Waduh kalo itu kurang tau deh, Diar. Hehe. Hanya Asep yang tahu.
DeleteHahaha berarti mesti tanya Asep nih ya... hehehehe :D
DeleteTenyata keren juga ya, bisa disambungin ke mata pelajaran gitu, hahaha...
ReplyDeleteBagian terakhirnya, yang kayak ujian nasional gimana tuh bang, keknya seru juga kalo dijelasin, apa lagi yang kayak pelajaran TIK, malah mirip KURSOR WINDOWS XP, hahaha.. kacau.
Sorry bang baru mampir lagi, hehehe...
Kacau yah si Asep?
DeleteHaha oke santai. Thank you udah mau dateng.
Si asep cerdas dan bijak ya.. Yang nulis cerpen apalagi...ada aja idenya..☺☺
ReplyDeleteMakasih udah mau baca, Bunda. Hehe.
Deleteomong kosong memang membosankan ya
ReplyDeleteYes, maybe :D
Deletehaha ceritanya jd ngingetin wkt SMA dulu, nyaris mirip, sifat temen2 dikait2kan sama mata pelajaran, absurd :D
ReplyDeleteAsik banget ya punya temen-temen kayak gitu? =D
Deleteemangnya kalian nonton hannibal lechter juga kah? itu kan pelem waktu teteh masih ababil hahahha :D
ReplyDeleteIya dong, itu kan film disturbing yang cukup ikonik hehe.
Deletepara cowok kocak sedang pada ngomongin filosofis
ReplyDeleteoh ya sona udah kuliah apa masih SMA sih?
Saya mah udah lulus kuliah Teh. Sedang mencari uang untuk merayu wanita-wanita :)
Deletekeren tuh si Asep :)
ReplyDeleteKeren kamu ah, Andi.
DeleteYa Allah, ini cerita fiksi nya kece. Enak dibaca, jadi gak merasa bosan. Analogi-analogi tentang mata pelajarannya cerdas. Pas baca dibagian si Ahmad, yang seni rupa, jadi merasa punya kesamaan sama Ahmad. Hahah:3
ReplyDeletePaling gak bisa kalo bikin cerpen gini xD
Siapa yang punya kesamaan sama si Ahmad? Kamu Nov? Haha.
DeleteWow,
ReplyDeleteKeren yak!
Setiap mata pelajaran punya filosofinya masing2 yang bisa disangkut pautkan dengan sifat seseorang.
Cara penyampaiannya pun asyik dengan pake tokoh "Asep".
Makasih udah berkunjung ya :D
DeletePenuh pesan moral dalam persahabatan, sama kayak persahabatan gua dengan kepala, kaki, badan, hidung dll, karena mereka nggak pernah ninggalin gua, walau gua dalam keadaan tidur sekali pun ckck
ReplyDeleteKau harus segera cari pacar, nak. Agar tidak berkata seperti itu.
DeleteKelihatan sekali kalau mereka ber 6 sangat terpelajar dengan spesialisasi mata pelajaran tertentu, nah kapan-kapan boleh juga tuh mengajar anak-anak putus sekolah di luar sana sesuai spesifikasi masing-masing. Gratis loh ya?! :)
ReplyDeleteSiap! Jika ada kemauan dan kesempatan, baik dari kami maupun dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
DeleteZaman gw SMU kok ngak ada bidik misi yaaa ??? #LupaIngatan
ReplyDeleteEh iya gw SMU nya kan di US #Melipir
Hahaha ada-ada aja nih si Abang manja..
DeleteMaksudnya gimana tuh sep, si affandi kok kayak Ujian Akhir Nasional? Maksudnya teh kumaha atuh? Jelasken sampe tutas, jangan memancing unsur kerusuhan. mau dicap subversif kau? Jelasken, ayo jelasken *kok nadanya kayak bapak intel sisa orde baru* -__-
ReplyDelete